Sona Area, Taman Penanggulangan Bencana
Pada
Selasa pagi, 29 Oktober 2013, kami berkunjung ke Sona Area, Taman
Penanggulangan Bencana. Sebagai negara yang menjadi langganan bencana
gempa serta tsunami, pemerintah Jepang, khususnya di Tokyo, terdorong
untuk membuat Taman Penanggulangan Bencana. Lokasinya dipilih sangat
strategis, karena mudah terjangkau oleh angkutan darat, laut, dan udara,
disertai ruang rapat dengan fasilitas elektronik yang lengkap bagi para
tenaga pemberi pertolongan, bahkan dilengkapi juga dengan rumah sakit,
lapangan luas untuk pembuatan tenda darurat, landasan helikopter, dan
lain-lain.
Faktanya, tempat ini bukan hanya digunakan saat terjadi
bencana, tetapi menjadi wahana edukasi efektif bagi para pengunjung,
terutama anak-anak yang harus diberi pengarahan bagaimana bertahan hidup
dalam 72 jam bila terjadi bencana gempa besar. Pengunjung datang
berbondong-bondong ke taman ini, yang sepertinya menjelma menjadi lokasi
wisata populer baru, wisata penanggulangan bencana. Selain mendapat
penjelasan, para pengunjung juga mendapat tantangan menjawab kuis sambil
latihan menghadapi situasi gempa.
Ide cemerlangnya untuk
memberikan langkah-langkah preventif, edukasi, dan sosialisasi, yang
menguatkan daya tahan penduduk Tokyo bila sewaktu-waktu terjadi bencana,
sangat patut diapresiasi. Mestinya, kita di Indonesia juga bisa
mengambil pelajaran dari sini. Setiap tahun, di wilayah tertentu terjadi
bencana banjir, ada juga bencana erupsi gunung merapi, akan sangat
bagus kalau diadakan upaya-upaya edukasi dan sosialisasi penanggulangan
bencana tersebut, agar korban tidak semakin banyak dan selalu siap
menghadapi ancaman bencana alam.
SMA Tsubasa Tokyo
Menjelang sore, kami mengunjungi SMA Tsubasa Tokyo. Mendengar nama
Tsubasa, yang tergambar di benar saya adalah kapten kesebelasan Jepang
dalam kisah kartun mereka yang melegenda, kisah yang mampu menyihir
jutaan anak-anak kecil Jepang bermimpi menjadi pemain sepakbola
profesional. Tapi ternyata anggapan saya salah total. Tsubasa artinya
sayap. Sekolah ini dinamakan Tsubasa karena pendirinya berharap anak
didiknya akan mempunyai sayap untuk terbang mengapai cita-cita mereka.
Sekolah
tingkat menengah ini dikenal sebagai SMA yang mengintegrasikan
pelajaran umum dengan keahlian. Saat duduk di kelas 1, siswa-siswa
mendapatkan pelajaran umum, namun ketika naik ke kelas 2 dan 3, mereka
sudah diarahkan kepada keahlian khusus sesuai dengan bakat, minat, dan
potensi anak didik. Dengan demikian, mereka sudah bisa mengetahui akan
melanjutkan di universitas mana dengan fakultas dan jurusan apa nanti,
sebagaimana mereka mempunyai gambaran jelas mengenai bidang pekerjaan
apa yang akan mereka tekuni. Sedangkan di Indonesia terdapat SMA dan
SMK. Yang pertama berorientasi ke pelajaran umum, anak-anaknya hanya
dipersiapan ke perguruan tinggi dengan berbagai pilihan. Sedangkan SMK
dikhususkan pada bidang tertentu yang mengarah ke dunia kerja. Namun
belum ada sekolah berintegrasi seperti di Jepang ini.
SMP 7 Fukagawa, Etoku, Tokyo
Keesokan harinya, Rabu, 30 Oktober 2013, menjelang akhir muhibah kami
ke Jepang, kami sempat berkunjung ke Fukagawa Seventh Junior High
School. Selama kunjungan rombongan kami ke sekolah ini, kami mencatat
bahwa pendidikan budi pekerti lewat penegakan aturan dan pembiasaan
terasa sangat kuat. Anak-anak harus menyiapkan pelajaran sehari sebelum
masuk sekolah, mereka harus datang tepat waktu, sudah duduk rapi di
bangkunya sebelum guru datang, dan mereka harus memberi hormat kepada
guru saat guru masuk kelas dan akan keluar.
Sekolah yang mengambil daun tocinaki sebagai simbol identitasnya ini bercita-cita agar anak didiknya kelak bisa seperti pohon tocinaki
yang tumbuh tinggi menaungi lingkungannya. Maka, sekolah merumuskan
tujuan pendidikannya: agar siswa bisa berpikir dengan baik, bisa berbaik
hati dengan orang lain, sehat jasmani dan rohani, serta gembira dalam
hidupnya. Realitanya memang banyak siswanya yang berprestasi, baik di
bidang akademis maupun kegiatan ekstrakurikuler.
Kami
berkesempatan menyaksikan proses belajar mengajar untuk beberapa materi
pelajaran: Sejarah, Bahasa Jepang, dan Matematika. Secara keseluruhan,
kami dapat mencatat bahwa guru-gurunya sangat senior dan berpengalaman,
cara mengajarnya interaktif dan memicu anak untuk berani berpikir
kreatif serta solutif. Gurunya kaya improvisasi dalam metode mengajar
seperti menyuruh anak berdiskusi dengan melingkar, memberi tugas,
memutarkan video dokumenter, dan lain-lain. Selain manual, papan
tulisnya juga dilengkapi dengan digital (LCD). Dengan demikian banyak
data dan fakta secara visual bisa ditampilkan untuk memperkaya wawasan
anak, di samping lebih menarik perhatian anak didik untuk menyimak
pelajaran. Sedangkan sarana pendidikan, sebagaimana sekolah lainnya yang
dibiayai pemerintah, cukup lengkap sesuai dengan standar pemerintah.
Daiya Seiki, Perusahaan Industri Otomotif
Menjelang sore, kami berkunjung ke sebuah perusahaan industri otomotif
bernama Daiya Seiki di Tokyo. Pabrik ini tidak besar, hanya mempunyai 37
karyawan, yang diproduksi juga hanya sebuah komponen mesin mobil, namun
benar-benar dikelola secara profesional, spesifik, detail, teliti, dan
akurat. Mereka sangat bangga mampu melakukan hal yang tidak mampu
dilakukan banyak orang. Keunggulan pabrik ini terletak pada keakurasian
produk yang benar-benar bisa diandalkan, sangat teliti dalam hal-hal
yang kecil, yang bahkan tidak bisa dilihat jelas dengan mata kepala,
namun bisa terasa dengan diraba oleh tangan yang terlatih.
Ketidakakuratan pekerjaan akan berpengaruh pada kelancaran kinerja dan
keawetan mesin. Karena itu pabrik mobil Nissan menjadikan pabrik kecil
ini sebagai mitra utama dan andalannya untuk memproduksi komponen khusus
pada mesin mobil.
Kelebihan lain yang dimiliki perusahaaan ini
adalah sistem manajemennya yang sangat humanistis. Para pekerja seperti
keluarga besar, ada proses transformasi keahlian dari yang senior ke
yang lebih muda. Tidak ada istilah pensiun. Ada pekerja yang sudah
berusia 70 tahun dan tetap mampu bekerja dengan disiplin. Mereka membuat
klub futsal. Kadang bertasmaya bersama. Dengan demikian, setiap pekerja
mempunyai rasa memiliki dan tanggung jawab yang besar pada
perusahaannya.
Setelah kunjungan ke objek terakhir kami yang
sangat mengesankan di industri otomotif Daiya Seiki, kami meluncur
menuju Kantor KBRI pada saat menjelang malam. Malam itu, kami berkemas
karena pagi harinya dijadwalkan kembali ke Jakarta.
Kembali ke Jakarta
Kami tiba di Jakarta menjelang sore, Kamis, 31 Oktober 2013, dan
langsung menginap di Hotel Pullman Jakarta. Kedatangan kami disambut
oleh Bapak Wakil Duta Besar Jepang. Yang turut hadir dalam acara
penyambutan kami adalah teman-teman dari PPIM, Dr. Ali Munhanif selaku
Direktur Eksekutif PPIM, dan Bapak Prof. Dr. Qomaruddin Hidayat yang
masih aktif menjabat sebagai Rektor UIN Jakarta.
Prof. Qomaruddin
Hidayat menyatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan dengan tenang,
diam-diam, tanpa hiruk-pikuk, tetapi berhasil, efektif, dan produktif.
Memang, Jepang adalah saudara tua kita, artinya kita bisa belajar banyak
dari kemajuan Jepang. Sudah tepat kalau kita mau belajar peradaban,
pergi ke Jepang, karena dari sisi peradaban, negara-negara Timur Tengah
tidak jauh berbeda dengan kita di Indonesia (belum tertib). Jepang
adalah bangsa Timur, sama dengan kita, nilai-nilai luhur peninggalan
orang tua masih dilestarikan, justru di Indonesia sudah mulai kita
lupakan. Banyak hal yang kita ceramahkan, tetapi belum mampu kita
laksanakan.
Saat home stay, meskipun sebagian peserta
kesulitan berkomunikasi dengan bahasa verbal, nyatanya semua menikmati,
karena mereka (penduduk Jepang) berkomunikasi menggunakan bahasa hati,
ketulusan, dan kejujuran. Hal itu sangat terasa. Karena itu, acara
seperti ini semoga saja bisa diteruskan, sebagai sarana yang mengokohkan
persaudaran antara Jepang dengan Indonesia.
Di akhir sambutannya,
profesor berharap agar pengalaman singkat yang diperoleh para peserta
delegasi bisa membuat perubahan dahsyat dalam kehidupan dan perjuangan,
seperti nabi yang hanya ber-isra’ mi’raj dalam satu malam, tetapi
pengaruhnya sangat luar biasa.
Bapak Ogawa, penasihat Kedubes
Jepang dalam bidang politik juga menyatakan komitmennya bahwa acara ini
akan dilanjutkan. Beliau menyambut kami sebagai bagian dari keluarga
besar Jepang, bersama para alumni kunjungan ke Jepang lainnya dari
program pertama hingga sekarang.
Pengalaman Mengesankan dan Inspiratif
Kunjungan selama 11 hari ke Jepang tidak bisa dikatakan singkat, namun
untuk mampu memotret situasi dan kondisi sosial yang kompleks dengan
masyarakat Jepang yang dinamis secara detail juga belum memadai. Meski
demikian, sudah sangat banyak hal yang bisa saya rekam sebagai oleh-oleh
yang bisa diolah dalam berbagai bentuk inovasi kreatif untuk lembaga
pendidikan yang saya kelola, termasuk untuk perubahan yang lebih baik
dalam mengatur dan mengelola kehidupan pribadi dan keluarga.
Saya
semakin mantap dan yakin bahwa suatu bangsa yang besar sangat ditopang
oleh hasil pendidikannya yang berkualitas, mapan, sistematis, terukur,
terstruktur, dan terkultur. Saya juga semakin mantap bahwa pendidikan
yang unggul harus menitikberatkan pada pembangunan karakter kepribadian
melalui keteladanan, lingkungan yang kondusif, pembiasaan, serta
berbagai macam kegiatan yang positif. Sebagaimana saya semakin yakin
pula bahwa aktor utama untuk keberhasilan sebuah pendidikan terletak
pada sosok guru. Guru yang kredibel, berdedikasi tinggi, mempunyai
standar moralitas unggul, keteladanan nyata, dan berkarakter akan mampu
melakukan self development dan self support. Yaitu,
guru yang mencintai profesinya sekaligus anak didiknya, serta guru yang
mengajar dengan cinta, kasih sayang dan tanggung jawab.
Namun saya
juga berkesimpulan bahwa kerja keras lembaga pendidikan untuk mencetak
generasi unggul tidak akan berhasil tanpa dukungan orang tua, keluarga,
masyarakat dan pemerintah, melalui penciptaan lingkungan yang baik,
undang-undang yang berpihak, rumah tangga yang harmonis, orang tua yang
pendidik, dan pemerintah yang memfasilitasi. Karena bangunan tidak akan
berdiri kokoh bila yang satu membangun, sementara yang lain
menghancurkan. Meski demikian, bagaimanapun juga sekolah adalah miniatur
masyarakat, apa yang kita biasakan di sekolah pada masa pendidikan akan
menjadi budaya yang dikembangkan anak didik kita di kemudian hari.
Seperti yang kami terapkan dalam sistem pendidikan di Pondok Modern
Darussalam Gontor, bahwa pendidikan lebih penting daripada pengajaran.
Artinya, dalam proses pendidikan, kita lebih mengutamakan pembentukan
pola pikir yang kreatif, kritis, analisis, dan observatif dari pada
menjejali otak anak didik dengan pengetahuan kognitif. Kita lebih
mengutamakan pembentukan mental skill daripada job skill,
pembentukan karakter daripada pemberian pengetahuan yang padat. Karena
itu, pelajaran yang memperkuat metodologi berpikir harus matang, karena
akan menjadi acuan kerangka teoritis bagi anak didik dalam mengembangkan
intelektualitasnya di kemudian hari. Kemandirian harus menjadi acuan
dasar dalam membentuk kepribadian anak didik kita.
Kemajuan bangsa
Jepang juga tidak bisa dipisahkan dari pengaruh ajaran agama, terutama
nilai-nilai moral yang sudah berhasil terbentuk dalam sikap dan budaya
hidup sehari-hari. Budaya tertib, antri, bersih, tepat waktu, disiplin,
tidak mengganggu oang lain, etos kerja tinggi, menghormati orang lain,
berbakti pada orang tua, menyayangi makhluk lain termasuk binatang,
menjaga harga diri, menunaikan tanggung jawab, kejujuran, dan lain-lain.
Kalau di Indonesia, hal itu masih menjadi wacana, slogan, syiar, dan
baru berada pada tataran normatif. Maka, sudah saatnya diperjuangkan
agar bisa aplikatif.
Tidak benar kalau agama dikatakan menjadi
faktor penghambat kemajuan, justru manusia sangat membutuhkan agama
sebagai pedoman, jalan hidup, dan ketenangan jiwa di tengah belantara
kehidupan meterialistis yang serba hedonis dan permisif ini. Saya
berpendapat bahwa Islam yang mulai tersebar di Jepang akan bisa menjawab
tantangan kebutuhan manusia modern Jepang secara menyeluruh. Namun,
memang tantangan internal masih sangat besar, terutama mengubah citra
menjadi lebih baik, memahami bahasa dan budaya mereka, karena dakwah
yang efektif adalah bila kita mengunakan bahasa mereka sendiri.
Jepang
juga maju karena tetap memegang teguh budaya serta pesan-pesan moral
luhur dari nenek moyang mereka. Kita boleh merespon dan mengadopsi
kemajuan dari dunia luar, tetapi jangan sampai melupakan dari mana asal
muasal kita. Kearifan lokal yang bersumber dari budaya dan tradisi juga
bisa menjadi modal kemajuan.
Selama 11 hari berkunjung ke Jepang
dengan dua hari di Jakarta yang penuh kenangan, sangat impresif dan
inspiratif. Saya terus merenungkan, langkah apa berikutnya yang harus
saya ambil sebagai follow up kunjungan ini. Sangat banyak yang
bisa diterapkan tetapi membutuhkan strategi yang tepat, momentum yang
pas dan sosialisasi yang mengena. Bismillah. Semoga ini menjadi starting point bagi saya untuk menuju perubahan yang lebih baik, insya Allah.
(http://www.gontor.ac.id/catatan/catatan-ustadz-suharto-wisata-peradaban-ke-jepang-bagian-akhir)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar